Pemerintah Indonesia sedang mengupayakan kebijakan untuk mewajibkan para penambang batu bara mengoperasikan pabrik pengolahan lokal setelah produksi batu bara tahunan mencapai rekor baru pada tahun 2023.
Kebijakan industri hilir berupaya untuk membatasi ekspor batubara mentah dan mewajibkan produsen untuk membuat agenda pengolahan domestik yang jelas pada tahun 2025.
Seorang pejabat senior mengatakan pada hari Selasa bahwa keberadaan pabrik pengolahan batubara domestik menjadi persyaratan bagi perusahaan batubara manapun untuk mendapatkan perpanjangan izin dari pemerintah.
Program industri hilir membutuhkan pemanfaatan batubara di industri lain seperti dimetil eter, metanol, gas sintetis, hidrogen, dan amonia.
Namun, hanya ada sedikit kemajuan sejak program ini diperkenalkan pada tahun 2022.
“Perusahaan-perusahaan memiliki rencana output yang berbeda-beda dan belum ada yang memulai program ini,” ujar Lana Saria, direktur pengawasan bisnis batu bara di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
“Beberapa perusahaan telah memiliki rencana industri hilir yang telah disetujui dan mereka sedang melakukan studi kelayakan atau mencari mitra bisnis,” tambahnya.
Menteri Energi Arifin Tasrif mengatakan pada hari sebelumnya bahwa produksi batubara nasional mencapai 775 juta ton tahun lalu, produksi tahunan tertinggi dalam sejarah.
Dari jumlah tersebut, 213 juta ton digunakan untuk pembangkit listrik dalam negeri, sementara sisanya untuk pasar ekspor.
Dalam empat tahun terakhir, produksi batu bara Indonesia terus meningkat, dari 564 juta ton pada tahun 2020 menjadi 614 juta ton pada tahun 2021 dan 687 juta ton pada tahun 2022.
“Pertumbuhan produksi batubara disebabkan oleh meningkatnya permintaan dari industri kelistrikan karena kami menambah jumlah pembangkit listrik tenaga batubara,” kata Arifin.
Gangguan dalam pasokan gas global juga meningkatkan permintaan batubara Indonesia sebagai sumber energi alternatif, tambahnya.
Sumber gambar: Antara Photo/M Risyal Hidayat