Dengan 30% Cadangan Nikel Dunia, Penambangan dan Pengolahan Nikel Indonesia Diperkirakan Akan Melonjak Seiring dengan Meningkatnya Produksi Kendaraan Listrik Hingga 500%
Saat ini, nikel merupakan salah satu komoditas yang paling diminati di dunia. Sebagai komponen penting untuk mengembangkan baterai kendaraan listrik, nikel menjadi agen perubahan dalam pemanfaatan energi. Global Electric Vehicle Market memperkirakan bahwa kendaraan listrik akan tumbuh dari 3.269.671 unit di tahun 2019 dan mencapai 26.951.318 unit di tahun 2030. Meningkatnya permintaan mobil listrik secara otomatis akan menempatkan industri baterai kendaraan listrik di urutan teratas. Dengan demikian, nikel akan menjadi incaran dunia.
Indonesia juga akan berpartisipasi dalam produksi kendaraan listrik dengan mempromosikan mobil hemat energi dan mempercepat produksi baterai kendaraan. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan mendukung percepatan ini. Situs web Kementerian Perindustrian, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Investor Daily, menyebutkan target mobil listrik di Indonesia. Angka ini akan mencapai 400.000 unit pada tahun 2025, kemudian meningkat menjadi 5,7 juta unit pada tahun 2035.
Baterai berkapasitas besar
Energy Storage System (ESS) mengemuka ketika Tesla ingin berinvestasi di sektor ESS di Indonesia. ESS, dengan penyimpanan 100 MW, memiliki kapasitas yang jauh lebih besar daripada baterai listrik. Berfungsi sebagai penstabil atau pengganti generator peaker (penopang beban puncak).
ESS adalah bagian dari energi baru dan terbarukan. Menurut skenario Badan Energi Terbarukan Internasional (Irena), sumber pembangkit listrik dari energi terbarukan akan mencapai 38% pada tahun 2030. Jumlah ini akan meningkat sebanyak 55% pada tahun 2050. Pemerintah Indonesia telah menetapkan target untuk mencapai kontribusi energi baru terbarukan hingga 23% pada tahun 2025.
Potensi nikel di Indonesia
Indonesia memiliki cadangan nikel yang melimpah. Menurut data BKPM, Indonesia memiliki 30% dari cadangan nikel dunia sebesar 21 juta ton. Lokasi nikel berada di Halmahera Timur di Maluku Utara, Morowali di Sulawesi Tengah, Pulau Obi di Maluku Utara dan Pulau Gag di Kepulauan Raja Ampat.
Bijih nikel laterit (limonit dan saprolit) mendominasi industri nikel di Indonesia. Indonesia kaya akan bahan baku ini. Ini adalah alasan untuk membangun industri baterai listrik dengan jenis NCA (nikel mangan kobalt oksida) dan NMC (nikel mangan kobalt oksida).
Merdeka baru-baru ini mengumumkan akuisisi HLN dengan salah satu deposit nikel-kobalt terbesar di dunia. Selain itu, Nickel Mines Australia telah menandatangani perjanjian definitif yang mengikat dengan mitranya, Shanghai Decent Investment (Group), untuk mengakuisisi 70% saham di Proyek Nikel Oracle di Indonesia. Empat BUMN, yaitu PLN, Antam, Inalum, dan Pertamina, membentuk Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan nilai tambah komoditas mineral yang lebih strategis. IBC terbuka untuk membangun kemitraan untuk proyek-proyek hilir berdasarkan profitabilitas. Hal ini mencakup kemampuan akses pasar dan dukungan dana untuk mengembangkan produksi mineral dari cadangan perusahaan.
Selain itu, IBC juga berpartisipasi dalam hilirisasi nikel dengan membangun smelter feronikel di Halmahera Timur yang disebut The Haltim. Pabrik ini memiliki kapasitas 13.500 ton nikel dalam feronikel (TNi) per tahun.
Perusahaan investor asing
LG Energy Solution secara resmi menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan pemerintah Indonesia mengenai pembangunan proyek baterai kendaraan listrik. Pada akhir tahun 2020, perusahaan berkomitmen untuk berinvestasi di industri baterai dari hulu ke hilir senilai USD9,8 miliar atau sekitar Rp142 triliun.
Pabrik ini berencana untuk mengintegrasikan seluruh rantai pasokan baterai, mulai dari pertambangan, peleburan, prekursor, katoda, mobil hingga fasilitas daur ulang, yang semuanya akan dibangun di Indonesia. Dalam MOU antara pemerintah dan LG, setidaknya 70% dari nikel yang digunakan untuk memproduksi baterai mobil listrik harus diproses di Indonesia.
Investor lain yang berencana untuk berinvestasi dalam baterai kendaraan adalah Contemporary Amperex Technology (CATL). Perusahaan ini berencana untuk menginvestasikan dana sebesar USD5 miliar atau Rp70 triliun untuk membangun pabrik baterai lithium di Indonesia. Pemerintah akan memastikan bahwa CATL berkewajiban untuk memproses 60% nikel yang digunakan untuk memproduksi baterai listrik di Indonesia.
Insentif investasi
Investasi di bidang pengolahan nikel merupakan salah satu dari 17 sektor usaha yang berhak mendapatkan insentif fiskal dan non-fiskal. Investor yang mengajukan permohonan melalui Online Single Submission (OSS) berbasis risiko akan langsung mendapatkan insentif fiskal dan non-fiskal. BKPM juga membuat perizinan usaha menjadi lebih mudah diakses daripada sebelumnya.