Yulis melanjutkan, masuknya ITMG ke sektor pertambangan nikel merupakan upaya transisi bisnis non-batubara karena tuntutan zaman. Selain itu, diversifikasi usaha ke sektor nikel juga merupakan arahan dari perusahaan konglomerat asal Thailand, yaitu Banpu Minerals (Singapore) Private Limited, yang merupakan pemegang saham utama ITMG.
Sebagai informasi, Banpu telah melakukan diversifikasi dari yang awalnya hanya berurusan dengan bisnis batu bara dan beralih ke sektor nikel dan kendaraan listrik.
Sebelumnya, Indo Tambangraya Megah (ITMG) juga menyatakan siap mendukung pengembangan ibu kota negara (IKN) dengan menyediakan pasokan listrik dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Pada tahun 2020, Indominco Mandiri telah mulai mengoperasikan PLTS di lokasi tambang batu bara seluas 3 hektar, yang menggunakan teknologi smart microgrid terbesar di Indonesia dengan kapasitas 3 MW dengan energi tersimpan sebesar 2 MW.
Era menjelaskan bahwa perseroan memiliki lahan yang cukup luas untuk PLTS, sehingga dapat mendukung pasokan listrik ke IKN. Ia menambahkan bahwa anak perusahaannya memiliki potensi PLTS sebesar 100 MW.
Era menambahkan bahwa dalam menjalankan bisnisnya sekitar 50% listrik untuk operasional tambang batu bara IMM berasal dari PLTS. Untuk memuluskan rencana tersebut, ITMG mengeluarkan capex (belanja modal) sebesar USD 1 juta untuk 1 MW.
Hingga Maret 2023, ITMG membukukan laba bersih sebesar USD 182,71 juta, angka tersebut turun 14,32% dari realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD 213,27 juta. Sementara itu, pendapatan perseroan pada tiga bulan pertama tahun ini tercatat sebesar USD 685,58 juta, naik 7,13% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD 639,93 juta.